Pembangunan Smelter Harus di Lokasi Tambang

21-05-2015 / KOMISI VII

Pimpinan DPR diminta untuk mendesak pemerintah agar segera memutuskan pembangunan smelter PT Newmont di NTB. Begitu pula dengan smelter untuk Freepot itu harus di Papua. Alasannya, smelter di lokasi tambang akan menghemat ongkos kirim konsentrat yang selama ini dikirim ke smelter-smelter luar negeri.

“Kalau soal infrastruktur listrik dan tanah dijadikan alasan tidak bisa bangun smelter di Sumbawa dan Papua itu tidak bisa diterima,” tandas anggota Komisi VII DPR Kurtubi di Jakarta, Rabu (20/5).

Menurut Kurtubi, masalah listrik bisa dibangun dengan menambah kapasitas listrik perusahaan tambang yang bersangkutan atau membangun pembangkit baru. Bahkan ada peluang perusahaan-perusahaan tambang menjual kelebihan listriknya kepada PLN karena di NTB saat ini pasokan listriknya sangat minim.

Mereka menderita hampir setiap hari mengalami pemadaman listrik 5 sampai 6 kali sehari. “ Kami himbau Pimpinan DPR untuk mendesak pemerintah agar tidak ada tawar menawar smelter di lokasi tambang untuk Indonesia Timur. Ini akan memperkecil gap pembangunan Jawa dan luar Jawa,” tegas dia.

Politisi Partai Nasdem ini juga menghimbau Pimpinan DPR dan juga untuk mendesak kemaritiman ini bukan hanya slogan tapi kongkrit agar proyek Kayangan di Nusa Tenggara Barat segera menjadi program nasional. Sekaligus di satu lokasi yang sama segera diputuskan pemerintah dan pemerintah membangun kilang BBM, maksudnya agar biaya distribusi BBM yang dihasilkan oleh kilang ini bisa seminimal mungkin untuk rakyat  di Bali, di NTB dan NTT serta Maluku.

Sejak jaman Belanda, tambah dia, kebutuhan BBM mereka dipenuhi dari Balikpapan kadang juga dari Cilacap yang biaya distribusinya sangat mahal.

Terkait pembangunan kilang di NTB, karena alasan geografis dimana ada selat Lombok yang sangat dalam dan lebar sehingga bisa dilewati oleh tanker-tanker besar.  Ke depan kalau mau membangun kilang harus desain untuk mengolah minyak impor sebab tidak ada lagi minyak mentah dalam negeri yang bisa diolah lantaran tata kelola yang buruk.

Ditambahkan Kurtubi, minyak impor tidak boleh berasal dari satu kawasan, sebab bila terjadi apa-apa di Timur Tengah maka kilang Cilacap dan Balikpapan bisa koleps karena mengandalkan hanya satu sumber. “Harus ada diversifikasi apakah dari Rusia, Afrika Barat atau dari negara-negara lain. Ini harus dipikirkan agar ketahanan energy jangka panjang,” katanya.

 Membangun kilang sekaligus menciptakan lapangan kerja, dan upaya mengakuisisi kilang di luar Indonesia harus ditolak. “ Jauh lebih bagus membangun kilang di negeri sendiri untuk menciptakan lapangan kerja dan multi effect. Untuk apa menghidupi negara lain dengan mengakuisisi kilang di luar Indonesia. Itu harus ditolak,” tegasnya lagi. (mp,rz), foto : iwan armanias/parle/hr.

 

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...